Jumat, Maret 27, 2009

Menapaki jejak masa lalu (Bagian I)



Masa liburan panjang bersama keluarga saya isi dengan mengunjungi sejumlah situs bersejarah. Kami sekeluarga asli dari Jawa Tengah. Namun, anak saya yang berumur kurang dari 6 tahun praktis hidup sebagai 'anak betawi' dengan kosa kata cuma dua patah kata 'ora' (tidak) dan dalem (iya, jika namanya kami panggil). Bukan anti 'betawi', cuma prihatin. Anak kami tidak bisa berbahasa Ibu, mengerti saja saya ragukan. Padahal di rumah, kami sekeluarga menggunakan bahasa Jawa 'ngoko' dan 'ngoko alus' kepada orang tua meskipun kami maksud kromo inggil. Namun, ya itu...kami sendiri pun ragu dengan ke-Jawa-an kami. Kami ragu, bahasa halus yang kami ucapkan, sebenarnya cuma 'ngoko alus' atau setingkat lebih sopan dibandingkan dengan bahasa 'ngoko' yang umum dipakai dalam pergaulan dengan rekan sebaya.
Maka, ketika kami memutuskan mengambil cuti pada saat teman anak kami masih melakukan kegiatan belajar di TK Al-Ihsan yang dikelola Yayasan Islam Al-Ikhsan di bilangan Kavling DKI Jakarta Barat, tujuan kami hanya satu. Mengenalkan budaya Jawa kepada anak kami tersayang.
Seperti biasa, liburan kali ini pun, kami lakukan dengan perhitungan relatif matang. Berikut tips liburan yang biasa kami lakukan:
1. Bicarakan waktu liburan dengan anggota keluarga.
Penentuan waktu yang tepat, bukan hanya menyenangkan setiap anggota keluarga, tapi juga tidak menganggu kegiatan yang tetap harus berjalan. Pertama, saya tanyakan kepada suami, waktu cuti yang bisa dia ambil. Kedua, hubungi sekolah anak saya, minta izin dari ibu guru, sekaligus minta dibuatkan program yang akan TK berikan selama liburan. Ketiga, koordinasi dengan pegawai saya. Saya terus ingatkan apa yang harus dilakukan dan apa saja yang bisa diputuskan pada saat saya libur. Tentu saja, selalu ingatkan HP saya 24 jam bisa dihubungi jika ada masalah.
2. Jika waktu liburan sudah bisa ditentukan.
Tinggal mencari cara ke sana. Biasanya, kalau pulang kampung, kami selalu menggunakan kendaraan tua kami tersayang. Namun, kami ingin benar-benar menikmati liburan ini. Jadi, kami putuskan menggunakan pesawat terbang biar waktu liburan lebih banyak. Kebetulan tujuan ke Yogyakarta bisa ditempuh hanya dengan waktu kurang lebih 1 jam. Tiket pesawat mahal? Betul juga sih, tapi kalau bersedia mencari informasi promosi dari maskapai penerbangan yang tersedia sebenarnya biaya bisa ditekan. Saya mendapat harga miring karena pesan 2 bulan sebelumnya.
3. Bawa barang seperlunya.
4. Terus, jangan lupa, beritahu keluarga di kampung. He2...lumayan ngirit jemputan atau pinjam kendaraan.
Read More..

Rabu, Maret 11, 2009

Dare Dreamer atau Day Dreamer?


"Happy are those who dream dreams and are ready to pay the price to make them come true." - Leon Joseph Cardinal Suenens
Baru-baru ini, saya menyaksikan tayangan biografi Presiden Amerika Serikat yang baru terpilih, Barack Hussein Obama. Menilik perjalanan hidupnya, sangat sulit terbayangkan bagaimana anak yang ditinggal oleh ayah kandungnya sejak kecil dan sempat berpindah tempat tinggal, termasuk pernah tinggal di Indonesia ini, akhirnya menjadi orang nomor satu di negara adidaya Amerika Serikat. Dengan darah campuran antara ibu kulit putih dan ayah keturunan Afrika, membuatnya sempat mengalami kebingungan identitas. Bahkan, pada usia awalnya, Obama sempat berkenalan dengan narkoba. Namun, segalanya mulai berubah tatkala ia diterima di Harvard Law School dan mulai melihat titik terang dalam hidupnya.

Mulailah Obama berani bermimpi, setahap demi setahap. Mulai dari masuk ke Kongres, menjadi senator hingga menjadi presiden. Sebuah perjalanan yang hanya bisa dilewati dengan berpegang teguh pada mimpinya. Pada diri Barack Obamalah, kita melihat bagaimana pidato Martin Luther King yang terkenal, "I have a dream", betul-betul terwujud! Daring dream atau day dream? Sudah begitu banyak buku, seminar, artikel yang mengajarkan kepada kita soal pentingnya menetapkan sebuah impian. Namun, pertanyaan-nya yang terpenting sekarang: apakah yang kita miliki sekadar mimpi (day dream) atau itu merupakan mimpi berani yang harus dicapai (daring dream)? Dalam pembelajaran selama hidup ini, dari buku - buku yang saya baca, seminar yang penah saya ikuti, termasuk belajar dari kisah hidup Barack Obama, saya mendefinisikan ada lima perbedaan kualitas antara yang berani bermimpi (daring dream) dan sekadar bermimpi (day dream). Pertama, orang yang berani bermimpi menggantungkan kepada disiplin diri untuk meraihnya, sedangkan seorang pemimpi menggantungkan kepada keberuntungan. Seorang yang berani bermimpi, umumnya punya disiplin yang kuat untuk merealisasikan mimpinya. Ambil contoh Barack Obama, tatkala kalah dari Bobby Rush dalam pemilihan Partai Demokrat untuk US House of Representative pada 2000, dia tidak menyerah dan masih setia mewujudkan mimpi-mimpinya. Dengan kepala tegak dan penuh disiplin, Barack Obama tetap melanjutkan perjuangan prinsip-prinsipnya. Itulah salah satu disiplin mewujudkan mimpi yang ditunjukkan Barack Obama. Dalam hal ini, benarlah apa yang dikatakan motivator dunia, Jim Rohn bahwa, "Discipline is the bridge between goals and accomplishment." Jelas, hanya kedisiplinanlah yang menjadi kunci atau jembatan untuk merealisasikan setiap mimpi kita. Kedua, pribadi yang berani bermimpi tetap terfokus pada proses pencapaian, sedangkan pemimpi selalu terfokus kepada tujuan akhir saja, serta enggan melewati prosesnya. Lihatlah Barack Obama. Ia memulai proses menjadi kandidat presiden dengan tertatih-tatih, satu demi satu persaingan yang berat harus dihadapinya. Termasuk persaingan yang luar biasa adalah justru tatkala ia harus berhadapan dengan Hillary Clinton, istri mantan Presiden Bill Clinton yang sudah begitu dikenal. Jutaan pasang mata bisa melihat bagaimana proses perdebatan yang sengit terjadi di antara mereka, dan Obama menjadi Presiden bukannya dengan jalan yang mulus. Namun, itulah proses perjuangan yang ditunjukkan seorang Barack Obama. Berbicara tentang hal ini, Greg Anderson, seorang penulis dari Amerika dan pendiri American Wellness Project pernah berujar, "Focus on the journey, not the destination. Joy is found not in finishing an activity but in doing it." Sungguh tepat! Karena itu, kita pun perlu berfokus pada proses pencapaian setiap visi, impian dan cita - cita kita, sesulit apa pun! Dan mulai menikmati proses dalam pencapaiannya. Herannya, tatkala kita betul-betul menikmatinya, suatu ketika kita akan merasa bahwa, tanpa disadari ternyata kita sudah bisa meraih apa yang kita angan-angankan. Ketiga, seorang yang berani bermimpi mencari alasan untuk bertindak, sedangkan seorang pemimpi mencari alasan untuk mengeluh. Seorang yang benar - benar berani bermimpi, memfokuskan diri kepada tindakan - tindakan yang makin mengarahkan kepada mimpinya. Sebagai seorang yang pernah berkerja sama dan menggunakan metode 'agitasi emosi'-nya Paul Allinski, Barack Obama banyak meletakkan dirinya pada situasi ketika ia betul-betul 'marah' pada kondisinya sekarang untuk memaksanya mengambil tindakan. Itulah yang diajarkan oleh Obama. Tatkala kita tidak puas dengan kondisi sekarang dan mengharapkan yang lebih baik, janganlah mengeluh tetapi berbuatlah sesuatu yang mampu mewujudkan kondisi yang lebih baik. Fokus Obama hanya satu, yaitu bertindak untuk mencapai apa yang menjadi impiannya. Bagaimana dengan Anda? Lebih banyak berkeluh kesah atau bertindak? Keempat, seorang yang berani bermimpi selalu mengambil inisiatif, sedangkan orang yang hanya bermimpi selalu menunggu. Seorang pemimpi punya kecenderungan menunggu. Entah menunggu waktu baik, hari baik, kesempatan lebih baik, peluang lebih baik, rekan yang baik, tempat yang baik, dan hal baik lainnya yang selalu menjadi prekondisi untuk mewujudkan impiannya. Hal ini kontradiktif sekali dengan orang yang benar - benar berani bermimpi. Dalam kondisi atau situasi apa pun, orang ini selalu mengambil inisiatif. Apa yang belum ada, maka dia akan berusaha keras untuk mencari atau bahkan menciptakannya. Perhatikan Barack Obama, kelahiran 1961, yang tidak menunggu lantaran usianya yang relatif muda sebagai politisi. Bandingkan dengan Obama yang tidak menunggu kesempatan datang, selalu mengejar bahkan menciptakan peluang. Termasuk saat Obama berusaha bergabung dengan Sidley and Austin law firms di mana ia bertemu dengan Michelle pertama kali, sekaligus kesempatannya untuk bertemu dengan para top leader. Akhirnya, kelima, seorang yang berani bermimpi selalu menganggap bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi, sedangkan seorang pemimpi menganggap bahwa yang terjadi adalah tanggung jawab orang lain. Kualitas terakhir inilah yang menjadi penentu antara seorang yang sekadar pemimpi dengan yang berani bermimpi. Mereka yang berani bermimpi, punya respons yang benar atas apa pun yang terjadi. Pada saat terjadi kesalahan ataupun kekeliruan, diri mereka tidak mencari 'kambing hitam' untuk dipersalahkan, tetapi selalu belajar dari pengalaman itu. Mulai saat ini, marilah menjadikan diri kita sebagai Dare dreamer bukan hanya seorang day dreamer! Ngomong-ngomong, tahukah Anda buku pertama yang ditulis Barack Obama yang sebagian besar diselesaikan di Bali, berhubungan juga dengan mimpi yakni, "Dreams from My Father"! Barack Obama adalah dare dreamer sejati! Sumber: Dare Dreamer atau Day Dreamer? oleh Anthony Dio Martin

Read More..

Tolong doakan Ibu ya, nak!

Ketika kita menghadap sang Khalik nanti hanya 3 hal yang dapat dibawa yaitu amal jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak sholeh. Itu selalu terngiang-ngiang dan muter di otak. Amal jariah dan ilmu yang bermanfaat itu tergantung kita yang menjalankan. Kalau ingin diberi nilai baik ya tinggal dijalankan sebaik2nya. Lha kalau doa anak sholeh? Ini bisa dibawa jika anak kita mau mendoakan...
Dulu ketika masih bekerja di kantor dimana situasi Jakarta yang mengharuskan berangkat pagi-pagi agar tepat waktu dan sampai di rumah ketika langit sudah gelap, sering muncul tanya dalam hati, apakah masih pantas minta didoakan oleh anak yang notabene lahir dari rahim saya? Walaupun semua ini juga dilakukan untuk kebaikan si anak juga, tak urung rasa "tidak pantas" itu tetap muncul juga. Bagaimana pantas minta didoakan apabila keseharian anak dilalui dengan pembantu, orang lain yang tidak ada hubungan darah dengan anak? Bagaimana pantas bila ketika berada dirumah, anak hanya mendapatkan yang tersisa. Ya, hanya sisa. Mulai dari waktu, tenaga, yang ada. Hanya sisa setelah waktu dan tenaga dihabiskan di luar rumah. Bagaimana mau mendapatkan quality time jika semua aktivitas di luar rumah sudah menyedot semua energi kita sehingga ketika anak minta ditemani main bola saja kita tak sanggup meladeninya karena kelelahan. Kini masa-masa itu sudah berlalu, Alhamdulillah. Kini, walaupun tidak 24 jam bersama, setidaknya kebersamaan itu makin sering seiring perpindahan lokasi kerja ke rumah karena mempunyai dua bisnis sendiri yang saling mendukung sehingga dengan percaya diri saya berujar, tolong doakan ibu ya nak. Duh, leganya….
Read More..

Selasa, Maret 10, 2009

Perempuan Harus Punya Penghasilan Sendiri

Sedari kecil, saya sudah diajari (baca: didoktrin) oleh Papi, begitu saya memanggil satu2nya laki laki dalam keluarga, yang menjabat sebagai kepala keluarga, bahwa perempuan itu harus mempunyai penghasilan sendiri. Dan doktrin itu diajarkan ketika saya masih kelas 2 SD, disaat saya baru bisa membaca dengan lancar, sudah dijejalkan pemahaman yang rumit untuk ukuran anak SD. Karena arahan itu diberikan ketika saya masih polos, belum terpolusi dengan pikiran2 yang lain maka dengan mudahnya doktrin itu terserap ke otak. Jadi bisa dibayangkan betapa menempelnya ajaran Papi di kepala saya hingga saat ini. Alhamdulillah.Menurut ajaran Papi, ada 2 alasan yang dapat disimpulkan: Penghasilan perempuan sebagai back up penghasilan suami bila keadaan buruk terjadi. Naudzubillahi mindzalik, pasti kita semua tidak ingin keadaan ini terjadi pada diri kita semua. Untuk kepentingan dan kebutuhan perempuan itu sendiri. Ini yang biasanya menjadi alasan perempuan bekerja. Iyalah, kan nggak enak kalau setiap mau shopping minta sama suami terus. He..he...
Nah, untuk memperoleh penghasilan itu ternyata ada banyak cara. Secara singkat, menurut saya, ada dua macam yaitu bekerja di kantor yang kemudian setiap bulannya menerima gaji dan bekerja di luar kantor. Dulu, saya menganggap bahwa cara memperoleh penghasilan itu selalu dari bekerja di kantor. Ternyata saya SALAH BESAR! Selain bekerja di kantor, ada banyak cara untuk memperoleh penghasilan yaitu dengan mendirikan usaha bisnis (business owner), bekerja sendiri (self employee) atau sebagai pemilik modal (investor). Dan cara2 ini biasanya malah menghasilan pendapatan yang lebih besar dari bekerja di kantor.
Read More..